Memahami Arti Editing



Sebelum memulai belajar pada hari ini seperti biasa kami selalu mendapat info-info atau pengarahan dari ketua FLP seraya menunggu Bang Benny Arnas dateng. Banyak hal yang disampaikan oleh ketua FLP yaitu Berry Budiman, di antaranya Linggau Writing Class akan menerbitkan majalah. Tidak hanya itu, karya yang di muat pun akan mendapatkan honor sebagai penghargaan atas karya-karya mereka selama ini. Seperti yang disampaikan oleh Berry Budiman, bagi karyanya yang ingin dimuat di majalah silahkan kirim ke Group LCW (Linggau Writing Class) atau bisa juga ke Facebook FLP (Forum Lingkar Pena).


Setelah selesai membahas majalah, kami mengulas tugas-tugas yang telah di berikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu omnibus. Hasil omnibus itu akan dibacakan oleh peserta, tentunya setelah di make over sebelumnya oleh beliau sehingga omnibus tersebut menjadi tulisan yang lebih rapi. Satu per satu hasil karya peserta pun di bacakan. Hingga pada akhirnya materi selanjutnya dimulai.

Pertemuan yang ke-5 ini Bang Benny tak hanya mengumumkan hasil omnibus para peserta. Kali ini Bang Benny Arnas akan menyampaikan mengenai Editing. Bang Benny memberikan sebuah kalimat kemudian beliau meminta peserta langsung mengedit kalimat tersebut menjadi lebih efektif. Menulislah dengan efektif, begitu jelasnya. Setelah menyelesaikan tulisan kami pun segera dikoreksi olehnya. 

Editing adalah mengubah suatu karya menjadi bagus, lebih indah dan lebih rapi. Dalam editing jangan pernah dicampur dengan menulis, menulis juga jangan pernah tergantung dengan mood.

Pesannya kemudian, dalam menulis dan kemudian melakukan editing ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Memiliki partner menulis, teman yang menjadi pengapresiasi tulisan kita
2. Setelah selesai menulis, endapkan sebentar, setelah itu mulai menyunting
3. Filterisasi, saran dan kritik. 

Bagi yang belum bergabung bersama kami di sini di LWC, yukk gabung, banyak hal dan ilmu yang kita dapetin di LWC. Pertemuannya pun hanya 1 kali dalam seminggu yaitu setiap hari kamis pukul 14:00 wib hingga pukul 16:00 wib.

Join with us, in LWC (Linggau Writing Class)

Oleh: Dian

Ramadhan Berkah, Ilmu Bertambah



Kamis lalu, 10 Juli 2013, Linggau Writing Class (LCW) yang merupakan program pelatihan kepenulisan dari Forum Lingkar Pena (FLP), Peprustakaan Kota Lubuklinggau dan Benny Institute kembali digelar. Kali ini adalah edisi keempat yang bertepatan pada bulan ramadhan. Bertempat di Perpustakaan Kota Lubuklinggau, yang secara rutin dilaksanakan setiap hari Kamis pukul 14.00 WIB ini merupakan wadah bagi para penulis pemula untuk berapresiasi, berkreatifitas, dan berimprovisasi tanpa batas dalam dunia kepenulisan. Tak ayal jika akhirnya kelas menulis ini banyak digandrungi oleh kalangan dari beragam strata, mulai dari anak SD, SMP, SMA, mahasiswa, bahkan guru-guru sekalipun. Hal ini terbukti dengan bertambahnya peserta baru di setiap pertemuannya.

Pertemuan kali ini, dimulai dengan mengulas tugas yang selalu diberikan setiap minggunya. Jadi, pada pertemuan sebelumnya, setiap peserta diwajib untuk mengumpulkan karyanya masing-masing, baik itu berupa cerpen, artikel, atau pun esai. Koreksi karya tersebut diwakili oleh Berry Budiman yang merupakan salah satu pembicara di LWC sekaligus Ketua FLP Lubuklinggau. Seperti yang selalu dituturkannya, “Jangan pernah berpikir jika karya kalian tidak dibaca, karena apa pun bentuk sebuah karya yang lahir dari pemikiran serius, perlu untuk diberi penghargaan. Dan LWC ini adalah tempat yang akan memanjakan karya-karya itu dengan apresiasi yang baik.”
            Usai berbagi ilmu bersama ketua FLP, kegiatan kelas menulis dilanjutkan dengan pengembangan materi yang disampaikan oleh Benny Arnas, seorang penulis profesional yang telah banyak menetaskan karya-karya terbaik dan menyabet beragam penghargaan bergengsi. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, pada kesempatan kali ini, Benny Arnas lebih menekankan pada pembuatan cerpen. Mulai dari pembuatan paragraf awal sebuah cerpen, bagaimana paragraf awal cerpen yang mampu menarik minat pembaca, hingga cara mendaur ulang cerpen-cerpen yang masih dalam keadaan mentah.
            Kegiatan tersebut dimulai dengan pemaparan contoh-contoh paragraf awal sebuah cerpen dengan genre berbeda yang diambil dari kumpulan cerpen buah karya Benny Arnas sendiri. Beliau menjelaskan, “Sebuah buku, baik itu cerpen ataupun novel akan dilirik pembaca atau pun tidak tergantung pada paragraf-paragraf awal karyanya. Paragraf awal karya tersebut merupakan tolak ukur seseorang untuk melanjutkan membaca paragraf-paragraf selanjutnya atau berhenti pada paragraf awal saja.  Maka dari itu, seorang penulis harus bisa membaca pikiran pembacanya, memprediksi apa yang diinginkan pembaca. Itulah kewajiban penulis jika ingin karya buatan mereka tersebut dipilih pembeli untuk ”menemani” mereka ke meja kasir.
            Tak selesai sampai di sana saja, setelah menjelaskan secara detail ragam paragraf awal sebuah cerpen, Benny Arnas memberikan kesempatan bagi peserta untuk berlatih menulis sendiri paragraf awal sesuai kegemaran mereka masing-masing dengan  mengangkat tema “Cinta Segitiga”. Hal ini mengantarkan Hadi, Icha, dan Latifah menjadi tiga peserta yang karyanya bisa mewakili jenis-jenis penulisan paragraf pembuka sebuah cerpen, yaitu pembukaan dengan teknik plot, deskripsi, dan setting. Mereka diizinkan menampilkan karya mereka di depan dan mendapatkan reward berupa stiker bintang kebanggaan.


            Kembali Benny Arnas mengomentari karya mereka, “Paragraf awal cerpen seperti inilah yang saya inginkan, mereka bertiga mengemukakan paragraf awal mereka dengan gaya yang berbeda.  Jika Hadi mengeksekusi paragraf awalnya dengan membuat pembaca bertanya-tanya dan penasaran akan kelanjutan paragraf selanjutnya, lain halnya dengan Latifah yang menggunakan permainan diksi yang tepat untuk cerpennya, tak ketinggalan paragraf awal cerpen Icha dengan gaya zaman pujangga baru yang dinilai kuno, tapi yang kuno-kuno ini jika didekatkan dengan jenis-jenis karya yang banyak berserakan di pasaran, maka sesuatu yang kuno inilah yang jadi pemenangnya.” Tentang yang terakhir, beliau pernah mengatakan bahwa menjadi berbeda memang tak selalu baik, tapi yang terbaik selalu berbeda.
            Tentu saja kelas menulis tidak akan berakhir begitu saja, Benny Arnas pun kembali membagi ilmu kepenulisannya, tentang bagaimana mendaur ulang cerpen jika seorang penulis tidak mampu menuangkan idenya dalam bentuk narasi yang lebih panjang, maka solusinya adalah Omnibus. Seperti yang dijelaskan Benny Arnas, “Omnibus adalah kumpulan beberapa cerita-cerita berdurasi singkat yang dikumpulkan dan dipadu menjadi satu hingga akhirnya menjadi bentuk cerpen yang utuh. Biasanya omnibus ini akan dilakukan oleh para penulis yang ceritanya belum rampung, atau kehabisan ide di tengah perjalanan menulisnya, maka cerita-cerita tersebut bisa disimpan terlebih dahulu dan didaur ulang kembali dalam bentuk omnibus.”
            Bukan kelas menulis namanya, jika tidak ada kegiatan menulis di dalamnya, kini giliran omnibus yang mengambil peran. Tidak jauh berbeda dengan pertemuan sebelumnya, setiap peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap anggota kelompok diberikan tema tentang omnibus yang akan dibuat (berbeda-beda untuk masing-masing anggota), setelah itu mereka akan bergabung dengan anggota kelompok lain yang mendapatkan tema omnibus sama. Kemudian di kelompok baru inilah para peserta berkutat mengembangkan tema omnibus merka dalam waktu lima belas menit saja. Kondisi berpuasa sama sekali tidak mempengaruhi jalannya pelatihan, justru para peserta nampak lebih percaya diri menjalani pelatihan. Hal ini terlihat dari antusiasme dan semangat mereka dalam mengikuti pelatihan. Setiap ilmu yang didapat dari LWC adalah modal untuk melangkah menjajaki dunia tulis-menulis.
            Pengumpulan semua cerita yang akan diubah menjadi omnibus, kemudian akan diedit oleh Bang Benny untuk disampaikan minggu depan menjadi akhir sesi pelatihan kelas menulis hari itu. Kembali, Benny Arnas mengeluarkan jargonnya yang khas sebagai kata penutup pelatihan dikelasnya, “Jangan pernah bermimpi untuk menjadi penulis, jika kalian tidak rajin membaca. Jadikan membaca itu suatu kebiasaan, hingga kalian akan merasa ada sesuatu yang hilang dalam diri kalian ketika tidak membaca” tuturnya. Tepat pukul 16.00 WIB , kelas menulis ditutup. Saatnya menanti janji untuk kumpulan cerita masing-masing kelompok yang akan diubah menjadi omnibus, maka dari itu jangan lewatkan kelas menulis edisi mendatang, Kamis 17 Juli 2013 pukul 14.00 WIB masih di tempat yang sama dan bagi yang belum bergabung, silakan bergabung di LWC karena ada begitu banyak kejutan didalamnya. ^_^

Ditulis oleh : Liyun Pamela


LINGGAU WRITING CLASS KE-4: “Berlatih Menulis Berkelompok Dengan Omnibus.”



Linggau Writing Class, yang selanjutnya disngkat menjadi LWC adalah satu-satunta wadah yang menampung aspirasi masyarakat yang tertarik dan berminat pada dunia kepenulisan di Kota Lubuklinggau. Kelas ini diadakan oleh FLP Lubuklinggau yang bekerjasama Perpustakaan Kota Lubuklinggau dan Benny Institute: penerbitan yang didirikan oleh Benny Arnas, seorang penulis asal Lubuklinggau. LWC ini diadakan setiap minggu sekali, yaitu pada hari Kamis mulai pukul 13.30 di Perpustakaan Kota Lubuklinggau di ruang pertemuan di lantai tiga. 


Kelas ini telah berjalan sejak beberapa minggu yang lalu, dan ini adalah minggu yang ke empat. LWC yang ke-4 ini agaknya semakin ramai pesertanya. Kelas ini tidak hanya di isi oleh para pelajar, mahasiswa, dan umum, tetapi juga guru-guru yang tertarik untuk ikut berpartisipasi menghadiri kelas ini.
 
Hari-hari yang dilalui dalam LWC semakin menarik. Terutama pada minggu ke-4 ini. Para peserta LWC mempelajari tentang apa dan bagaimana cara membuat omnibus yang disampaikan langsung oleh pengarang handal Lubuklinggau, yaitu Bang Benny Arnas. Materi yang disampaikan oleh Bang Benny sangatlah menarik dan ia pun memiliki pembawaan yang menyenangkan. Pertemuan yang ke-4 ini Bang Bennny tak hanya menyampaikan materi tentang Omnibus, namun ia langsung meminta peserta memperakteknyanya. Dalam dunia kekaryaan, kata ini sudah tak asing lagi didengar, namun perlu kita pahami kembali supaya lebih melekat dalam benak kita semua.

Omnibus dalam bahasa asingnya bermakna kumpulan karangan atau dapat didefinisikan yaitu sebuah karya tulis, dapat pula diadaptasi menjadi film (contohnya: Jakarta Magrib atau Rectoverso, dua-duanya karya anak negeri) yang dibuat secara berjamaah. Dalam omnibus ini, semua peserta diminta untuk menuliskan karangan singkat yang tak lebih dari 15 baris saja berdasarkan tema yang sudah ditetapkan. Awalnya, peserta dibagi dalam kelompok dan masing-masing anggota kelompok memiliki tema cerita yang berbeda-beda namun merupakan satu rangkaian cerita utuh. Karangan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan urutan cerita. Yang menarik adalah karena omnibus ini ditulis oleh para peserta yang berbeda-beda, dan mereka pun mesti mengikuti tema yang sudah diberikan. Maka, jika ada satu jasa anggota yang salah menerjemahkan tema cerita atau sengaja memberi improvisasi pada cerita maka ia akan mengubah alur cerita keseluruhan, dan kekeliruan itu akan berdampak pada seluruh anggota di grupnya. Kami juga diberikan jangka waktu yang sangat terbatas, para peserta pun segera ”berlari” mengejar waktu untuk mengakhiri tulisannya.


Tema yang berbeda, ditulis oleh pengarang yang berbeda namun sebenarnya merupakan rangkaian tema yang satu, karangan seperti itulah yang dikatakan Omnibus.

Setiap pertemuan pada LWC selalu saja menarik dan berkesan bagi pesertanya. Bang Benny menyampaikan materi secara jelas, pun tentang makna dan tujuan mengapa materi itu yang disampaikan, kemudian langsung mempraktikkannya bersama-sama.

Setiap minggunya, kami sebagai peserta LWC akan mempelajari materi yang berbeda-beda dan menarik. Yang membuat kelas ini seru, tentu bukan sekedar materi-materinya yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis kita, namun juga ada mentoring tentang mindset menulis dan proses kreatif pengkaryaan itu sendiri, baik itu dari Bang Benny Arnas maupun Bang Berry Budiman, ketua FLP Lubuklinggau yang pula merupakan salah satu pencetus lahirnya LWC ini.

Sering sekali kita menulis namun tak tahu jenis tulisan kita sendiri. Nah di kelas menulis inilah kita bisa mengetahui di mana bakat menulis kita yang sebenarnya. Menulis memang tak harus menunggu mood namun memang harus dipaksakan. ”Jangan pernah bilang kamu seorang penulis jika kamu tak punya jadwal untuk menulis,“ itu adalah kata-kata andalan bang Benny yang dapat mengobarkan bara semangat para penuslis.

Mari bergabung bersama kami!

Oleh: Zaumiyah Dhongseah


*Ikuti Grup Linggau Writing Class di FB, ssshhhttt... hanya untuk member LWC lho.

Semakin Piawai Menulis, Semakin Rajin Berlatih (Laporan Linggau Writing Class pertemuan ketiga)



Forum Lingkar Pena Lubuklinggau kembali membenahi kreativitas para pemudanya dalam dunia kepenulisan. Telah satu bulan penuh organisasi yang menjadi wadah bagi penulis-penulis Lubuklinggau ini mengadakan pelatihan menulis, yang bertajuk “Linggau Writing Class”. Di kelas ini, para peserta pelatihan akan memperoleh wawasan tentang tata cara menulis yang baik. Bagaimana cara menulis dengan bahasa yang indah tanpa mengabaikan kaidah/ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ya, materi pada pertemuan kali ini adalah tentang menulis yang baik, menarik, dan sesuai dengan tata bahasa dan EyD yang benar.



Sabtu, 6 Juli 2013, Linggau Writing Class (LCW) ketiga dilaksanakan di Perpustakaan Kota Lubuklinggau (lantai tiga, ruang pertemuan). Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 20 orang, di antaranya adalah para pelajar, mahasiswa, dan umum. Bukan hanya pemuda, tapi guru pun ada yang ikut serta.

Awalnya, para peserta LWC mengumpulkan karya yang telah dibuatnya di rumah. Hal ini dilakukan karena pada pertemua sebelumnya, para peserta dibagi dalam enam grup dan masing-masing grup diberi tugas untuk membuat karya tulis dengan tema tertentu. Setelah PR dikumpul, kemudian para peserta bergabung dengan kelompoknya masing-masing. Setiap kelompok disuruh untuk membacakan satu saja karya anggota sebagai perwakilan kelompok. Satu per satu peserta maju dan membacakan karya kelompoknya.



Setiap pembacaan karya, bisa itu cerpen maupun artikel, akan dikomentari oleh peserta lainnya (dibatasi hingga tiga komentar saja). Kali ini kelas dipandu oleh Berry Budiman, mentor KM sekaligus ketua FLP Lubuklinggau, karena pelatih tetap LCW, Benny Arnas, yang tidak bisa hadir dikarenakan urusan lain yang tidak bisa ditinggal. Setelah dikomentari, peserta yang sudah membacakan karyanya diberikan kesempatan untuk menanggapi komentar dari teman-temannya. Barulah kemudian, Kak Berry mengarahkan pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan pemahaman bersama. Misalnya, bagian-bagian mana dari karya tersebut yang memiliki nilai tambah pun kekurangannya. Baik itu dari segi tema tulisan, kelogisan bahasa dan kalimat, dan penggunaan ejaan yang salah (tanda baca, kata hubung, kata depan, imbuhan), cara penyampaian, diksi yang kurang tepat, dan sebagainya.

“Kita harus memperhatikan tata bahasa dalam menulis, misalnya kata ’di’. Kata ’di’ sebagai imbuhan maka penulisannya harus serangkai dengan kata yang dilekatinya. Sedangkan ’di’ sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.” ujar Berry Budiman.

Leli Nur Indah Sari, salah satu peserta KM yang telah membacakan karya tulisnya (artikel) mengatakan bahwa ia merasa senang dengan komentar-komentar yang diberikan. Sebab dengan komentar itu, ia dapat mengetahui kesalahan dan kekurangannya dalam menulis. Sehingga, karyanya akan lebih baik dan bernilai tinggi dari sebelumnya.
“Sebaiknya, jika menulis artikel disertai dengan data-data yang mendukung argumen dan disertai pula sumber yang jelas (data diperoleh dari mana: buku, survei, observasi, dan sebagaiannya), sehingga pembaca dapat memahami topik/permasalahan yang disampaikan.” kata salah satu peserta LCW saat mengomentari karya tulis Leli.
Uniknya, setiap peserta yang memberikan komentar diberikan sticker “bintang”. Nantinya, yang mendapatkan akumulasi sticker terbanyak akan mendapatkan bonus (hadiah). Hal ini merupakan salah satu penyebab peserta KM berantusias untuk mengikuti kegiatan ini.

Kegiatan ini berakhir dengan pemberian tugas berupa karya tulis sebagai bukti kepedulian terhadap perkembangan kemampuan menulis. Betapa menyenangkan bisa berbagi pengetahuan dan menuangkan ide/perasaan kita dalam sebuah karya. Tanamkan prinsip dalam diri, “Semakin giat berlatih, semakin piawai dalam menulis”.


Oleh: Septi Wahyuni (Bendahara FLP Lubuklinggau)

Diberdayakan oleh Blogger.

Quote

“...berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri, itulah sesungguhnya sikap yang realistis.”
Andrea Hirata
“Biarkan orang lain menjalani kehidupan yang kecil, tetapi kamu jangan!
Biarkan orang lain memperdebatkan soal-soal kecil, tetapi kamu jangan!
Biarkan orang lain menangisik kepedihan-kepedihan kecil, tetapi kamu jangan!
Biarkan orang lain menyerahkan masa depan mereka kepada orang lain, tetapi kamu jangan!”
Habiburrahman El Shirazy
“Man jadda wajada
Siapa yang bersungguh - sungguh, akan berhasil”
Ahmad Fuadi

Pengikut